ASKEP APPEDICITIS
A. DefinisiDalam pengertian ini ada beberapa pendapat anara lain :
Appendiks akut adalah peradangan dari appendiks vermiformis yang merupakan penyebab umum dari akut abdomen (Junaidi, dkk, 1982). Appendisitis adalah peradangan dari suatu appendiks.
Appendisitis akut adalah keadaan yang disebabkan oleh peradangan yang mendadak pada suatu appendiks ( Baratajaya, 1990).
B. Anatomi Fisiologi
Embriologi appendiks berhubungan dengan caecum, tumbuh dari ujung inferiornya. Tonjolan appendiks pada neonatus berbentuk kerucut yang menonjol pada apek caecum sepanjang 4,5 cm. Pada orang dewasa panjang appendiks rata-rata 9 – 10 cm, terletak posteromedial caecum kira-kira 3 cm inferior valvula ileosekalis. Posisi appendiks bisa retrosekal, retroileal,subileal atau dipelvis, memberikan gambaran klinis yang tidak sama. Persarafan para simpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dari arteri appendikkularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis x, karena itu nyeri viseral pada appendiks bermula sekitar umbilikus. Perdarahan pada appendiks berasal dari arteri appendikularis yang merupakan artei tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya trombosis pada infeksi maka appendiks akan mengalami gangren.
Appendiks menghasilkan lendir 1 – 2 ml perhari yang bersifat basa mengandung amilase, erepsin dan musin. Lendir itu secara normal dicurahkan ke dalam bumen dan selanjutnya mengalir ke caecum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks berperan pada patofisiologi appendiks.
Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah Ig A. Imunglobulin itu sangat efektif sebagai perlindungan terhadap infeksi tapi pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi sistem Imunoglobulin tubuh sebab jaringan limfe kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlah disaluran cerna dan seluruh tubuh.
( R.Syamsu ; 1997)
a. Patofisiologi
Penyebab utama appendisitis adalah obstruksi penyumbatan yang dapat disebabkan oleh hiperplasia dari folikel limfoid merupakan penyebab terbanyak,adanya fekalit dalam lumen appendiks. Adanya benda asing seperti cacing, stiktura karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma karsinoid).
Obsrtuksi apendiks itu menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa terbendung, makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan dinding appendiks oedem serta merangsang tunika serosa dan peritonium viseral. Oleh karena itu persarafan appendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsangan itu dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umblikus.
Mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi nanah, kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritomium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit dikanan bawah, keadaan ini disebut dengan appendisitis supuratif akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini disebut dengan appendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah akut itu pecah, dinamakan appendisitis perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut sebagai appendisitis abses. Pada anak – anak karena omentum masih pendek dan tipis, apendiks yang relatif lebih panjang , dinding apendiks yang lebih tipis dan daya tahan tubuh yang masih kurang, demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendisitis infiltrat ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang timbul dikemudian hari maka terjadi appendisitis kronis (Junaidi ; 1982).
b. Dampak Masalah
i. Individu dalam hal ini terjadi gangguan dari berbagai pola fungsi kesehatan antara lain
a. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi akibat pembatasan pemasukan makanan atau minuman sampai peristaltik usus kembali normal.
b. Pola aktifitas dan latihan
Aktifitas klien biasanya terjadi pembatasan aktifitas akibat rasa nyeri pada luka operasi sehinnga keperluan klien harus dibantu.
c. Pola tidur dan istirahat.
Klien akan mengalami gangguan kenyamanan dan pola tidur karena rasa sakit (nyeri) akibat tindakan pembedahan.
d. Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine . Pola eliminasi alvi akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
e. Pola Persepsi dan konsep diri
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
f. Pola Reproduksi seksual
Adanya larangan untuk berhubungan seksual setelah pembedahan selama beberapa waktu.
g. Pola terhadap keluarga
Perawatan dan pengobatan memerlukan biaya yang banyak harus ditanggung oleh keluarganya juga perasaan cemas keluarga terhadap keadaan klien.
C. Asuhan Keperawatan
Dengan memberikan asuhan keperawatan perawat menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan melalui beberapa tahap yaitu :
D. Pengkajian
a. Pengumpulan data
1. Anamnesa
a. Identitas
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, tanggal atau jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa, nama orang tua, alamat, umur pendidikan, pekerjaan, pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
b. Riwayat penyakit sekarang
Klien dengan post appendiktomy mempunyai keluhan utama nyeri yang disebabkan insisi abdomen.
c. Riwayat penyakit dahulu
Meliputi penyakit apa yang pernah diderita oleh klien seperti hipertensi, operasi abdomen yang lalu, apakah klien pernah masuk rumah sakit, obat-abatan yang pernah digunakan apakah mempunyai riwayat alergi dan imunisasi apa yang pernah diderita.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adalah keluarga yang pernah menderita penyakit diabetes mellitus, hipertensi, gangguan jiwa atau penyakit kronis lainnya uapaya yang dilakukan dan bagaimana genogramnya .
e. Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alkohol dan kebiasaan olah raga (lama frekwensinya), bagaimana status ekonomi keluarga kebiasaan merokok dalam mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
2. Pola Tidur dan Istirahat
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
3. Pola aktifitas
Aktifitas dipengaruhioleh keadaan dan malas bergerak karena rasa nyeri luka operasi, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa waktu lamanya setelah pembedahan.
4. Pola hubungan dan peran
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
5. Pola sensorik dan kognitif
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan, pearaan serta pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6. Pola penanggulangan stress
Kebiasaan klien yang digunakan dalam mengatasi masalah.
7. Pola tata nilai dan kepercayaan
Bagaimana keyakinan klien pada agamanya dan bagaimana cara klien mendekatkan diri dengan tuhan selama sakit.
E. Pemeriksaan
a. Pemeriksaan Fisik
1. Status Kesehatan umum
Kesadaran biasanya kompos mentis, ekspresi wajah menahan sakit tanpa sakit ada tidaknya kelemahan.
2. Integumen
Ada tidaknya oedem, sianosis, pucat, pemerahan luka pembedahan pada abdomen sebelah kanan bawah .
3. Kepala dan Leher
Ekspresi wajah kesakitan pada konjungtiva lihat apakah ada warna pucat.
4. Torax dan Paru
Apakah bentuknya simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, gerakan cuping hidung maupun alat Bantu nafas frekwensi pernafasan biasanya normal (16 – 20 kali permenit). Apakah ada ronchi, whezing, stridor.
5. Abdomen
Pada post operasi biasanya sering terjadi ada tidaknya pristaltik pada usus ditandai dengan distensi abdomen, tidak flatus dan mual, apakah bisa kencing spontan atau retensi urine, distensi supra pubis, periksa apakah produksi urine cukup, keadaan urine apakah jernih, keruh atau hematuri jika dipasang kateter periksa apakah mengalir lancar, tidak ada pembuntuan serta terfiksasi dengan baik.
6. Ekstremitas
Apakah ada keterbatasan dalam aktivitas karena adanya nyeri yang hebat, juga apakah ada kelumpuhan atau kekakuan.
b. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium.
a. Darah. Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 mn.
b. Urine. Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit .
2. Pemeriksaan Radiologi.
BOF, Tampak distensi sekum pada appendisitis akut.
c. Analisa data.
Dari urarai diatas pengkajian kemudian data tersebut dikelompokkan menjadi data subyektif dan data obyektif lalu dianalisa sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul dan untuk selanjutnya dapat dirumuskan diagnosa keperawatan (lismidar, 1990).
d. Diagnosa Keperawatan.
Tahap akhir dari pengkajian adalah diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan analisa data yang diperoleh dari pengkajian data. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita post appendiktomy :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan ( Ingnatavicius; 1991).
2. Potensial terjadi infeksi dengan invasi kuman pada luka operasi ( Doenges; 1989 ).
3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari team kesehatan akan penyembuhan penyakit ( Ingnatavicius; 1991 ).
F. Perencanaan
Dari diagnosa keperawatan diatas maka dapat disusun rencana perawatan sesuai dengan prioritas masalah kesehatan, yaitu :
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan insisi pembedahan.
Tujuan :
Nyeri berkurang dalam waktu kurang dari 24 jam.
Kriteria Hasil :
Klien menyatakan nyeri berkurang, tidak takut melakukan mobilisasi, klien dapat istirahat dengan cukup.
Skala nyeri sedang
Rencana Tindakan :
a. Beri penjelasan pada klien tentang sebab dan akibat nyeri.
b. Ajarkan teknik relaksasi dan destraksi.
c. Bantu klien menentukan posisi yang nyaman bagi klien.
d. Rawat luka secara teratur daan aseptik.
Rasional :
a. Penjelasan yang benar membuat klien mengerti sehingga dapat diajak bekerja sama.
b. Dapat mengurangi ketegangan atau mengalihkan perhatian klien agar dapat mengurangi rasa nyeri.
c. Penderita sendiri yamg merasakan posisi yang lebih menyenangkan sehingga mengurangi rasa nyeri.
d. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
e. Analgesik dapat mengurangi rasa nyeri.
2. Potensial terjadi infeksi sehubungan dengan invasi kuman pada luka operasi.
Tujuan :
Infeksi pada luka operasi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda – tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering.
Rencana tindakan :
a. Beri penjelasan pada klien tentang pentingnya perawatan luka dan tanda - tanda atau gejala infeksi.
b. Rawat luka secara teratur dan aseptik.
c. Jaga luka agar tetap bersih dan kering.
d. Jaga kebersihan klien dan lingkungannya.
e. Observasi tanda – tanda vital.
f. Kolaborasi dengan dokter untuk antibiotik yang sesuai.
Rasional :
a. Penderita akan mengerti pentingnya perawatan luka dan segera melapor bila ada tanda – tanda infeksi.
b. Perawatan luka yang teratur dan aseptik dapat menghindari sekecil mungkin invasi kuman pada luka operasi.
c. Media yang lembab dan basah merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
d. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi pada luka operasi.
e. Mengetahui sedini mungkin tanda – tanda infeksi secepatnya mengatasi .
3. Kecemasan sehubungan dengan kurangnya informasi dari Antibiotik menghambat proses infeksi dalam tubuh.
Tujuan :
Rasa cemas berkurang.
Kriteria hasil :
Klien dapat mengekspresikan kecemasan secara konstruktif, klien dapat tidur dengan tenang dan berkomunikasi dengan teman sekamarnya.
Rencana Tindakan :
a. Jelaskan keadaan proses penyebab dan penyakitnya
b. Jelaskan pengaruh psikologis terhadap fisiknya (Penyembuhan penyakit).
c. Jelaskan tindakan perawatan yang akan diberikan.
Rasional :
a. Dengan penjelasan diharapkan klien dapat mengerti sehingga klien menerima dan beradaptasi dengan baik.
b. Pengertian dan pemahamannya yang benar membantu klien berfikir secara konstruktif.
c. Dengan penjelasan benar akan menambah keyakinan atau kepercayaan diri klien. (FK UI; 1990)
G. Pelaksanaan
Merupakan realisasi dan rencana tindakan keperawatan yang telah diberikan pada klien.
H. Evaluasi
Merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah : Untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak untuk melakukan pengkajian ulang. Untuk menilai apakah tujuan tercapai sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari prilaku penderita.
Dalam hal ini juga sebagai langkah koreksi terhadap rencana keperawatan semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Baratajaya, Medikal Bedah, EGC, Jakarta, 1990
Dona P. Ignatavicus, Medical surgical Nursing A Nursing Aproach , edisi I; 1991.
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Digestive Surgency, Surabaya.
Lismidar, Proses keperawatan FKUI; 1990.
Marlyn E. Doenges, Nursing care Plans, F. A. Davis Company, Philadelphia; 1989.
M.A. Henderson, Ilmu Bedah Untuk Perawat, Penerbit Yayasan essentia media, 1989.
Purnama Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amels,Kapita selecta kedokteran edisi II Media Aeskulis, FKUI ; 1982.
Puruhito Dr, Soetanto Wibowo Dr, Soetomo Basuki Dr, Pedoman Tehnik Operasi “OPTEK” UNAIR Press; 1993.
Soeparman Sarwono, Waspadji, Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI; 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar